23 April 2013

Saya Cemburu Pada “Emi” (Bagian-1)


Saya Cemburu Pada “Emi” (Bagian-1)

Sebuah judul yang Idiom, atas realita dan nilai filosofi historis pembangunan yang dilakukan kang dedi mulyadi sebagai bupati di purwakarta. Kata “cemburu” pada judul diatas bukan mengandung arti negatif atas sikap penulis terhadap “Emi” sebagai sebutan akrab kang dedi terhadap Ibundanya Almarhumah Ibu Carsiti. Lalu ada hubungan apa antara Penulis sebagai tim dokumentasi bupati, dengan Almarhumah “Emi” Carsiti atas pembangunan selama ini yang dilakukan kang dedi mulyadi dalam memangku jabatannya sebagi bupati purwakarta. Sehingga penulis menaruh perhatian pada diri “Emi” Carsiti yang menyimpulkan mengidiomkan sikap penulis sebagai rasa “Cemburu” terhadapnya. Alhasil dari sikap “Cemburu” penulis ini, diharapkan memberikan ruh ghirah (semangat) bagi penulis termasuk para pembaca, agar bisa seperti figur “Emi” dalam pikirannya bupati. Figur “Emi” dalam hal ini adalah sikap dan pikiran-pikiran “Emi” dalam membesarkan dan menghidupi 9 anaknya termasuk bupati, walau dalam kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas. Mungkin sikap dan pikiran “Emi” inilah yang terus membekas dalam ingatan kang dedi, yang atas dasar itu menjadi sebuah spirit kang dedi dalam membangun di Kabupaten Purwakarta tercinta ini.

Kesimpulan dari pengambilan judul diatas, tak terlepas dari proses perjalanan pemikiran kang dedi mulyadi dalam memaknai pembangunan yang dilakukannya selama ini, yang merupakan pengejawantahan dari sikap dan pemikirannya atas sosok Ibundanya “Emi” Carsiti. Bukan hanya berhenti pada pemikiran saja, berbagai langkah yang diambil terkait mewujudkan pembangunan yang dilakukannya di Purwakarta, ternyata banyak belajar dari figur sang Ibunda tercintanya “Emi” Carsiti.

Pelajaran Pertama dari Emi
Salahsatu contoh kongkrit dari langkah pembangunan yang merupakan manifestasi “Emi” Carsiti yang dilakukannya adalah Langkah kebijakan paling awal yakni reformasi pengelolaan keuangan APBD Purwakarta yang ada tanpa memperhitungkan Pendapatan. Artinya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) bukan menjadi tolok ukur pertama dalam membantu keuangan daerah yang berkaitan dengan mengeluarkan kebijakan pembangunan untuk rakyat. Tetapi kondisi APBD secara umum yang ada pada saat itu, dilakukan reformasi anggarannya. Reformasi anggaran tersebut dengan lebih banyak melakukan pemangkasan-pemangkasan anggaran pada pos-pos anggaran untuk belanja kantor dan belanja pegawai, sementara hasil pemangkasan pada pos anggaran belanja kantor dan belanja pegawai itu, dimasukan pada pos belanja publik.

Berbagai pemangkasan anggaran pada belanja kantor dan pegawai bisa kita lihat pada kode rekening untuk pengadaan Alat Tulis Kantor yang dipangkas sekecil mungkin, belanja kertas, belanja untuk bayar telephon, membayar listrik di sekretariat daerah, belanja untuk membayar media cetak koran dan elektronik dipangkas, belanja untuk operasional kendaraan dinas, dan berbagai belanja kantor yang tidak terlalu penting manfaatnya secara keseluruhan dipangkas sekecil mungkin. Kemudian pada pos anggaran belanja dinas pegawai, termasuk perjalanan dinas dipotong, honorarium kegiatan ditiadakan, dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya pelatihan kepegawaian pun tak lepas untuk dipangkas anggarannya. Seluruhnya hasil pemangkasan pada pos anggaran belanja kantor dan anggaran belanja pegawai itu, didapatkan anggaran yang maksimal untuk dimasukan pada belanja publik. Kesimpulan pada langkah kebijakan awal ini, adalah seberapa pun anggaran yang ada, seyogyanya dimanfaatkan pada prioritas pembangunan yang memang dibutuhkan untuk rakyat.

Inilah filosofi pembangunan pertama kali yang kang dedi dapatkan dari Ibundanya. Seperti cerita masa kecilnya yang sempat ia sampaikan dalam beberapa kesempatan dan itu penulis dokumentasikan dengan baik. salahsatunya adalah kesempatan memberikan sambutan pada acara maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar Ibu-ibu Pengajian AlHidayah Kecamatan Bojong pada musim maulid 1433 H (tahun 2011). Dalam kesempatan itu, kang dedi membeberkan pengalaman masa kecilnya yang syarat dengan nilai kultur masyarakat dan berkaitan dengan kebijakan yang diambilnya dalam mengelola keuangan pemerintah daerah. Ceritanya, pernah suatu ketika beliau yang anak bungsu di keluarganya ini, yang saat itu masih berusia 5 tahun, diajak Ibundanya pergi ke undangan pernikahan tetangga. Suasana tempat hajatan tentu sangat riuh dengan para undangan termasuk adanya beberapa pedagang jajanan anak. Dedi kecil menangis dan menginginkan balon saat melihat balon dijajakan pedagangnya. Ibundanya tak langsung marah, mensiasati anaknya agar mengurungkan niatnya untuk membeli balon dengan beralasan bahwa nanti penjual balon masih ada di pertigaan jalan. Lalu dedi kecilpun menuruti perkataan Emi nya, berharap dapat dibelikan balon di pertigaan jalan nanti. Lagi-lagi dirinya harus mendapatkan kekecewaan, atas apa yang dijanjikan Emi nya saat berada di pertigaan jalan dan sepanjang jalan menuju rumahnya. Dimana Ibundanya bukan membelikan dedi balon, malah berkelit mencari-cari alasan agar dedi urung untuk memiliki balon. Yang namanya seorang anak kecil, dedi pun tak serta merta menerima alasan yang dilontarkan Emi nya. Tangisan pun menggelegar tatkala sampai rumah, balon yang dijanjikan, tak kunjung dibelikan.

Dari kisah ini, dirinya paham betul maksud Ibundanya, dan yang paling berkesan dalam ingatannya saat Ibundanya dengan sabar menasehati dedi kecil yang sedang menangis itu dengan argumentasi yang lugas, “Ded, sanes Emi alim meser balon. Upami artos ieu dipeserkeun balon, engkin si Teteh moal tiasa sakola (Ded, bukannya Emi tidak mau beli balon. Kalau uang ini dibelikan balon, nanti kakak kamu tidak bisa sekolah)”, sederhana dan tentu tajam maknanya.

Hingga berkali-kali, dari satu panggung ke panggung acara lainnya, kang dedi selalu memberikan spirit pengelolaan keuangan di Kabupaten Purwakarta dengan kisah masa kecilnya ini. Artinya betapa pentingnya pengalaman itu bagi dirinya dalam mengelola anggaran di Pemkab Purwakarta. spirit tersebut, adalah mengelola anggaran Pemerintah Daerah tak ubahnya dengan mengelola keuangan rumahtangga dalam sebuah keluarga. Prinsip yang paling penting adalah, pengelolaan keuangan itu harus bisa mementingkan dulu kebutuhan setiap anggota keluarga, dengan berdasar pada skala prioritas kepentingannya. Sekiranya pengeluaran untuk sesuatu itu tidak terlalu penting, maka cukuplah pengeluaran itu untuk hal-hal yang lebih penting terlebih dahulu.

Pada cerita ini pula, Kang Dedi memaknai betapa pentingnya pengorbanan seorang pemimpin suatu keluarga dalam hal ini sosok Ibu, agar para anggota keluarga (anak-anak)-nya dapat menatap masa depannya dengan semangat dan potensi dari diri anak-anak itu, tanpa harus memikirkan beban resiko ekonomi yang dihadapinya. Biarkanlah pemimpin yang menanggung seluruh resiko biaya ekonomi itu, asalkan anggota keluarganya, asalkan rakyatnya dapat hidup tenang, damai tanpa takut suram masa depannya. Pemimpin harus bisa seperti figur Ibu, Emi yang selalu mendahulukan makan anak-anaknya, walau dirinya harus gigit jari melihat lahapnya anak-anak makan. Ibu yang harus selektif setiap pengeluaran yang dibutuhkan dalam keluarga, walau pemasukan dari sang ayah tak terlalu besar. Pada kondisi yang demikian itu, maka dibutuhkan figure Ibu yang harus menyebarkan rasa Cinta pada anggota keluarganya. Rasa cinta yang menumbuhkan sikap selektif dalam pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan yang lebih penting.

Pelajaran Kedua Dari Emi
Masih tentang cerita singkat kang dedi pada masa kecilnya itu. Ternyata, bagi dirinya cerita itu menyimpan rasa cinta yang amat mendalam dari sosok Emi. Rasa cinta Emi yang memberikan pelajaran berharga, bahwa Cinta sejatinya bukan untuk memanjakan objek yang kita cintai. Cinta bukan sekedar memberikan balon agar orang yang kita cintai bisa menghapus air matanya. Tetapi cinta seyogyanya harus memberikan penghargaan pada proses, cinta dihadirkan pada saat-saat sulit sekalipun. Emi yang begitu sangat mencintai 9 anaknya, tak serta merta mencurahkan cintanya dengan memanjakan anak-anaknya. Cinta Emi tak serta merta dengan membelikan balon agar dedi kecil berhenti menangis.

Tapi cinta Emi, adalah anugerah yang paling berharga bagi kang dedi dalam ikhtiar dan proses yang beliau lakukan sejak kecil hingga saat ini. Ikhtiar dirinya untuk menggembala domba dari cincin yang dijual Ibundanya. Dan cinta Emi pun hadir dalam proses pembangunan yang sedang dilakukannya di Purwakarta tercinta ini. Cinta Emi yang hadir saat ini, adalah pelajaran menghargai proses. Kebijakan perlindungan jaminan asuransi kesehatan dan kematian bagi warga di Purwakarta, adalah salahsatu Cinta Emi menghargai proses anak-anaknya. Pun begitu, kang dedi sangat mencintai warganya dengan mengekspresikan cintanya melalui kebijakan perlindungan asuransi kesehatan dan kematian bagi warga. Cinta kang dedi kepada warganya bukan dengan memanjakan warga melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan semacamnya misalkan. Karena jika yang dilakukan itu, berarti kang dedi tidak menghargai ikhtiar dan proses warga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang ada, warga dimanjakan dengan nilai uang yang diberikan langsung. Lambat laun, etos kerja warga akan terkikis habis menjadi kemalasan-kemalasan, sebab nilai ikhtiarnya sudah digantikan dengan bantuan langsung tunai dan semacamnya. Inilah cinta yang salah kaprah menurutnya, dan tidak sesuai dengan cinta Emi yang beliau dapatkan.

Sementara jika yang diambil adalah kebijakan asuransi perlindungan kesehatan dan kematian bagi warga, disini kang dedi sangat menghargai proses yang dilakukan warganya. Artinya, cinta kang dedi tidak serta merta mengintervensi ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan rakyat. Silahkan rakyat menikmati proses bekerjanya dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga di keluarganya, sementara pemerintah memberikan kenyamanan lebih, bagi rakyatnya dalam bekerja dengan jaminan kesehatan dan kematiannya. Rakyat tidak lagi dihantui rasa takut akan sakit dan mati, karena 2 hal ini adalah diluar jangkauan manusia. Yang penting bagi kita adalah harus terus bekerja dan berproses. Sekiranya saat musibah datang, sakit atau meninggal, keluarga dapat terbantukan dengan biaya perawatan dan pengurusan jenazah melalui klaim asuransi dari program perlindungan ini.

***Bersambung***