02 October 2009

TUJUH BELAS PRINSIP KAHURIPAN PURWAKARTA


Tujuh Belas Prinsip Kahuripan Purwakarta ini merupakan landasan filosofis dari pemikiran dan penetapan visi dan misi pembangunan Purwakarta. Ketujuh belas prinsip tersebut adalah :

  1. Di bidang pendidikan, perlu dilakukannya penguatan nilai-nilai lokal (kearifan lokal, local value), baik yang bersifat geografis, teritorial maupun yang bersifat capacity intelectual. Hal ini sebagai bagian dari upaya optimalisasi potensi domestik,  baik yang bersifat kultur, regional, lokal maupun menciptakan keunggulan personal, yang memiliki kearifan intelektual, emosional dan spiritual. Hal ini dalam perspektif  falsafah Islam dinamakan al-Insan al-Kamil atau dalam theologi kesundaan dikenal dengan istilah congo nyurup kana puhu, ka luhur sirungan ka handap akaran.

  2. Integrasi pendidikan tingkat dasar dan tingkat pertama harus segera dilakukan dalam mendekatkan watak kecerdasan dengan orientasi pada efisiensi pengelolaan biaya pendidikan, tanpa mengabaikan kualitas output pendidikan yang dihasilkan.  Hal ini sejalan dan sejalin dengan prinsip:  cageur,  bageur,  bener, pinter, jeung singer.

  3. Integrasi pendidikan kejuruan  dan industri dengan membangun  simbiosisme-mutualisme, antara dunia pendidikan dengan dunia industri, dengan meningkatkan profesionalisme pendidikan (pendidikan berbasis keahlian), mengurangi beban mata pelajaran yang tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan yang dihadapi.  Prinsip dasar yang terwujud dari sistem ini, lahir anak didik nu weruh ka semuna apal ka basana, rancingas rasana, rancage hatena.

  4. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan mempertimbangkan beban kebutuhan masyarakat, khususnya pendidikan tingkat dasar dan pendidikan lanjutan tingkat pertama, perlu diupayakan langkah-langkah  untuk tidak mengganti buku pelajaran setiap tahun, dan dibudayakan Gerakan Wakaf Buku. Orientasi dari konsepsi ini adalah terbentuknya karakter anak didik nu bisa ngajaga panon ku awasna, ngajaga ceuli ku dengena, ngajaga letah ku ucapna, ngajaga hate ku ikhlasna.

  5. Membangun sinergitas akademisi dan birokrasi, dalam menyusun kerangka dasar pembangunan Kabupaten Purwakarta, dari mulai perencanaan,  pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan, agar kualitas dan kuantitas pembangunan dapat terukur, terencana dan terarah, yang pada akhirnya dapat dicapai kondisi subur di lembur, bagja di kota.

  6. Di bidang ekonomi, optimalisasi potensi ekonomi kerakyatan perlu ditingkatkan, yaitu melalui ketauladanan untuk mencintai berbagai produk rakyat, baik yang sudah tersentuh oleh pemerintah maupun yang belum tersentuh oleh pemerintah, sebagai potensi unggulan daerah.

  7. Perlu ditingkatkannya perlindungan terhadap keutuhan lingkungan baik hulu maupun hilir, dengan menegakan berbagai peraturan ataupun membuat peraturan baru, untuk melindungi berbagai areal yang menjadi kebutuhan publik secara luas. Seperti: perlindungan hutan, perlindungan sumber mata air, perlindungan areal persawahan, dan perlindungan daerah aliran sungai. Hal ini sebagai bagian dalam  menjaga ketahanan ekonomi masyarakat dan ketahanan kesehatan masyarakat serta kehidupan sosial lainnya yang merupakan upaya penciptaan simbiosis mutualisme antara manusia dan alam lingkungannya. Dengan prinsip filosofi : heug urang teundeun di handeuleum sieum, geusan sampeureun. cag urang tunda di hanjuang siang, geusan alaeun.

  8. Penguatan basis pertanian organisme, dengan mewujudkan integrasi potensi pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan pariwisata yang disebut gerakan balik ka lembur,  serta membangun kekuatan lumbung pedesaan melalui penguatan jaringan ketahanan pangan desa, sebagai bagian dari menjaga ketahanan pangan masyarakat. Dengan prinsip mewujudkan tatanan ekonomi rakyat, bru di juru, bro di panto, ngalayah di tengah imah, rea ketan, rea keton, buncir leuit, loba duit. Di hareup undeureun, di tukang alaeun, di pipir petikeun, di kolong aya si jambrong, na parango aya si jago.

  9. Membangun kekuatan teknologi tepat guna, dengan mengembangkan sumber energi alam. Seperti: air, matahari, angin, sampah dan limbah ternak. Sehingga kebutuhan energi masyarakat dapat terlayani dengan biaya murah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh alam dan lingkungannya. Hal tersebut guna menghindarkan kita dari situasi : kawung mabur carulukna, samak leungiteun pandana, ciamis tinggal paitna, ciherang tinggal kiruhna, resi leungiteun ajina, pandita ilang komara, kaduruk hawa napsuna, bangkong di kongkorong kujang, ka cai mawa cameti.

  10. Mengembangkan jaringan jalan, arsitektur rumah, penataan perkantoran serta sarana dan prasarana lainnya yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal  dan berorientasi pada semangat perubahan dan kompetisi global. Sehingga kita tidak kehilangan jatidiri dan orientasi masa depan sebagai masyarakat yang beradab, Karaton manjing dangiang, Galudra ajeg wiwaha, Jatayu tinemu semu, Sagara bareng jeung seah.
  11. Mengembangkan struktur pemerintahan yang efektif, yang berorientasi kepada kepuasan pelayanan publik dan mengembangkan  potensi kewirausahaan birokrasi yang berorientasi kemakmuran rakyat. Sehingga, terbangun tatanan birokrasi landung kandungan, laer aisan, leuleus jeujeur liat tali, hade congcot, gede bacot, someah hade ka semah.

  12. Membangun kekuatan hukum yang memberikan perlindungan menyeluruh terhadap masyarakat dan lingkungannya yang berorientasi pada produk hukum yang cerdas terhadap perubahan dan berkembang sesuai dengan nalar dan lingkungan masyarakat dan alamnya, dengan filosofi : ciri sa bumi, cara sa desa,  jawadah tutung biritna, lain tepak,  sejen igel.

  13. Di bidang investasi, perlu dibukanya areal zona industri maupun kawasan industri yang dikuasai oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari kemudahan investor, dan simbiosis investasi antara negara dengan pelaku usaha.  Rancang bangun ini merupakan bagian dalam membangun hubungan perubahan sosialisme-kapitalisme, atau saya sebut dengan istilah bumi manjing ka langitna, ti langit seah hujana, lembur subur, kota bagja, masjid jeung diri ngahiji, harta geus ngawujud harti, hukum geus ngawujud adil, nyanding pamingpin ka rakyat, pandita ajeg wiwaha, ucap jeung langkah sarua, pitutur ngawangun subur, ayat ngawujud ka Adam.

  14. Di bidang transportasi darat dan air, perlu dioptimalkannya berbagai sarana transportasi darat dan air yang mendekatkan hubungan antar daerah. Hal tersebut didasarkan atas Filosofi Sunda : nu jauh urang deukeutkeun, geus deukeut urang layeutkeun, geus layeut urang paheutkeun, geus paheut urang silih wangikeun, dengan tujuan meningkatkan kualitas kesejahteraan rakyat yang disertai dengan perlindungan hukum terhadap aset masyarakat. Pola hubungan yang dibangun dalam konteks pembangunan sarana transportasi darat adalah pola simbiosis antar pemerintah, masyarakat dan dunia usaha sejak pembangunan sampai pemeliharaan. Dengan prinsip sareundeuk sa igel, sa bobot sa pihanean, ka cai jadi sa leuwi, ka darat jadi sa logak.

  15. Perlu dibangunnya sarana pelayanan pengobatan masyarakat berupa Puskesmas yang memadai di seluruh kecamatan, untuk mendekatkan fungsi pelayanan pemerintah terhadap masyarakat.  Pola hubungan yang dibangun adalah pola kemitraan yang terstruktur berdasarkan kualitas ekonomi rakyat  untuk membangun dan mengintegrasikan hubungan timbal balik (feed-back) antara ekonomi atas, menengah dan bawah. Prinsip dasar dalam menjaga kesehatan masyarakat yaitu pait getih pahang tulang, jauh tinu balai, parek kana rejeki, ginulur karahayuan, ginanjar kawilujengan.

  16. Mengembalikan kewibawaan Danau Cirata dan Jatiluhur sebagai sumber kehidupan masyarakat, menjaga kualitas airnya, menjaga kualitas lingkungannya, agar Danau Cirata dan Jatiluhur terjaga dari berbagai bentuk ambisi kepentingan ekonomi, yang pada akhirnya dapat menghancurkan sistem nilai hayati dan nabati yang dimiliki oleh Danau Cirata dan Jatiluhur.  Karena pada hakikatnya, Danau  Cirata dan Jatiluhur merupakan cermin watak peradaban masyarakat Jawa Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya, keanggunan gunung, kejernihan air harus senantiasa terpelihara sepanjang masa.  Dengan prinsip caina herang, laukna beunang, listrikna caang, sawahna ngemplang, nu ulin senang.

  17. Dalam mewujudkan otonomi desa, sudah saatnya desa menjadi sentral pembangunan. Hal ini dilakukan melalui penguatan otonomi kultural dan struktural masyarakat perdesaan, serta desentralisasi pembangunan desa dan desentralisasi pengelolaan anggaran perimbangan desa, yang mencerminkan semangat keadilan, atau gemah ripah, repeh rapih, sugih mukti lemah cai, wibawa karta raharja.

5 comments:

  1. Tegep pisan tah program teh, komo lamun kanyataan

    ReplyDelete
  2. Satuju pisan pisan kana program na. Sae pisan.

    ReplyDelete
  3. Sae pisan kang filosofi sunda na , PURWAKARTA ISTIMEWA !!! Kentel pisan budaya sunda nu di terapkeunna

    ReplyDelete
  4. luar biasa....

    ReplyDelete

Berikan komentar anda disini...